Wednesday, December 31, 2008

Yahya Schroder: Rela Meninggalkan Kenikmatan Hidup, Demi Masuk Islam


Bulan November tahun 2006, menjadi bulan bersejarah bagi remaja Jerman itu. Karena pada saat itu ia yang masih berusia 17 tahun mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi seorang Muslim. Ia memilih Yahya, sebagi nama Islamnya dan sejak itu remaja Jerman yang kini tinggal di Postdam, dikenal dengan nama Yahya Schroder.

Yahya hidup berkecukupan dengan ibu dan ayah tirinya di sebuah desa kecil di Jerman. Ia tinggal di rumah yang besar lengkap dengan kolam renang yang luas. Di kamarnya ada tv dan play station dan Yahya tidak pernah kesulitan dalam masalah uang. Seperti remaja lainnya, Yahya sering pergi bergerombol bersama teman-temannya, minum alkohol atau melakukan hal-hal yang konyol.

Tapi semua kenikmatan dunia itu harus ia tinggalkan ketika ia memutuskan masuk Islam. Setelah menjadi seorang mualaf, Yahya memilih tinggal dekat ayahnya yang sudah lebih dulu masuk Islam, di Postdam dekat kota Berlin. Yahya mengaku tidak merasa bahagia meski saat masih ikut ibu dan ayah tirinya yang kaya, hidupnya serba enak. "Saya mencari sesuatu yang lain," ujarnya.




Yahya mengenal komunitas Muslim di Postdam ketika ia berusia 16 tahun, lewat ayah kandungnya yang lebih dulu masuk Islam pada tahun 2001. Ketika itu, ia biasa mengunjungi ayah kandungnya sebulan sekali dan sering ikut sang ayah menghadiri pertemuan-pertemuan dengan komunitas Muslim yang diselenggarakan setiap hari Minggu.

Yahya merasa tertarik dengan Islam dan ayahnya memperhatikan hal itu. Hingga suatu hari sang ayah mengatakan tidak mau membahas soal Islam ketika mereka sedang berdua saja. Ayah Yahya menginginkan puteranya itu belajar dari orang-orang yang ilmunya tentang Islam lebih tinggi agar jika Yahya masuk Islam tidak dipandang cuma ikut-ikutan apa yang telah dilakukan ayahnya.

"Saya setuju dengan ayah dan saya mulai menghadiri pertemuan-pertemuan itu sendiri, setiap bulan. Tapi saat itu terjadi sesuatu hal yang mengubah cara berpikir saya," ujar Yahya.

Yahya bercerita, ia mengalami kecelakaan saat pergi berenang bersama komunitas Muslim. Ketika ia melompat ke kolam renang dari ketinggian, kepalanya membentur dasar kolam renang dan tulang punggungnya patah. Ayahnya membawa Yahya ke rumah sakit dan dokter di rumah sakit itu mengatakan hal yang membuat gentar hatinya.

"Punggungmu mengalami patah tulang yang parah, satu satu saja gerakan yang salah, bisa membuatmu lumpuh," kata dokter.

Yahya harus menjalani operasi. Beberapa saat sebelum masuk ruang operasi, teman Yahya di komunitas Muslim bernama Ahmir memberinya semangat, "Yahya, sekarang engkau berada di tangan Allah. Ini seperti naik rollercoaster. Sekarang engkau sedang berada dalam puncak kenikmatan naik sebuah rollercoaster dan percayalah pada Allah."

Operasi berlangsung selama lima jam dan Yahya baru siuman tiga hari kemudian. "Saya tidak bisa menggerakan tangan kanan saya, tapi saya merasa sangat bahagia. Saya bilang ke dokter bahwa saya tidak peduli dengan tangan kanan saya. Saya sudah sangat bahagia Allah telah membiarkan saya tetap hidup," tutur Yahya. Dokter mengatakan Yahya harus dirawat di rumah sakit dalam beberapa bulan. Tapi Yahya cuma dua minggu di rumah sakit, karena ia berlatih dengan keras. Yahya bahkan sudah bisa naik turun tangga dua hari sebelum seorang dokter datang dan mengatakan bahwa hari itu ia akan berlatih naik tangga.

"Alhamdulillah saya cuma dua minggu di rumah sakit. Sekarang saya sudah bisa menggerakan tangan kanan saya. Kecelakaan itu telah banyak mengubah kepribadian saya," aku Yahya.

"Saya merasakan, ketika Allah menginginkan sesuatu terjadi, hidup seseorang berubah total dalam hitungan detik. Oleh sebab itu, saya lebih menghargai kehidupan dan mulai berpikir tentang kehidupan saya dan Islam, tapi saat itu saya masih tinggal di sebuah desa kecil," kisah Yahya.

Keinginan Yahya untuk menjadi seorang Muslim makin kuat, sehingga ia berani memutuskan untuk meninggalkan keluarganya di desa itu. Yahya menuturkan, "Saya meninggalkan ibu dan ayah tiri saya, meninggalkan gaya hidup saya yang mewah dan pergi ke Postdam, tinggal di apartemen kecil ayah kandung saya. Saya tak keberatan harus menempati sebuah dapur kecil, karena saya cuma membawa sedikit pakaian, buku-buku sekolah dan beberapa CD."

"Kedengarannya saya kehilangan segalanya, tapi saya merasa bahagia, sebahagia ketika saya siuman di rumah sakit setelah kecelakaan buruk itu," ujar Yahya.

Diejek Teman Sekolah

Sehari setelah hari pertamanya masuk sekolah di Postdam, Yahya mengucapkan dua kalimat syahadat. Yahya pun menjalani kehidupan barunya sebagai seorang Muslim, meski di sekolah banyak yang mengejeknyakarena menjadi seorang Muslim. Beberapa orang menganggapnya "gila" bahkan tidak percaya kalau dirinya orang Jerman asli.

"Saya melihatnya sebagai hal yang biasa karena informasi yang mereka baca di media tentang Islam dan Muslim. Media massa menulis tentang Islam yang disebut teroris, Usamah bin ladin, Muslim yang jahat, dan sebagainya," tukas Yahya.

Sepuluh bulan berlalu dan situasi mulai berubah. Yahya aktif berdakwah pada teman-teman sekelasnya dan ia mendapatkan sebuah ruangan untuk salat, padahal cuma dia satu-satunya siswa Muslim di sekolahnya.

"Teman-teman sekelas berubah, yang dulunya menggoda saya karena masuk Islam, sekarang banyak bertanya tentang Islam dan mereka mengakui Islam tidak sama dengan agama-agama lainnya. Menurut mereka, Islam itu keren!" kata Yahya menirukan pendapat teman-temannya.

Yahya mengungkapkan, teman-teman sekolahnya menilai Muslim memiliki adab yang baik dalam berinteraksi dengan sesama manusia, bebas dari tekanan teman sekelompok seperti yang terjadi di sekolah mereka. Saat itu siswa-siswi di sekolah Yahya cenderung berkelompok atau membentuk genk, mulai dari genk hip hop, punk sampai kelompok genk siswa yang hobinya berpesta. Setiap siswa berusaha keras untuk diterima menjadi anggota genk itu.

Tapi Yahya, ia bisa berteman dengan siapa saja. "Saya tidak perlu mengenakan pakaian khusus agar terlihat keren. Yang terjadi malah, genk-genk itu sering mengundang saya dan teman-teman Muslim saya ke pesta-pesat barbeque mereka," tandasnya.

"Yang istimewa dari semua ini adalah, mereka menghormati saya sebagai seorang Muslim. Mereka membelikan makanan halal buat saya dan mereka menggelar dua pesta barbeque, satu untuk mereka dan satu untuk kami yang Muslim. Masyarakat disini sudah mulai terbuka dengan Islam," sambung Yahya mengenang masa-masa sekolahnya.

Yahya menambahkan, ia merasa lebih mudah menjadi seorang mualaf daripada menjadi seorang yang memang sudah Muslim sejak lahir. Ia banyak melihat banyak anak-anak muda Muslim yang ingin menjadi orang Jerman dan melihat Islam hanya sebagai tradisi. Anak-anak muda itu, kata Yahya, bersedia melepas 'tradisi' keislamannya supaya bisa diterima di tengah masyarakat Jerman.

"Meskipun faktanya, orang-orang Jerman tetap tidak mau menerima mereka meski mereka melepas agama Islamnya," ujar Yahya.

Ia mengakui, kehidupan seorang Muslim di Jerman tidak mudah karena mayoritas masyarakat Jerman buta tentang Islam. "Kalau mereka ditanya tentang Islam, mereka akan mengatakan sesuatu tentang Arab. Buat mereka, pertanyaan itu seperti soal matematika, Islam=Arab". Padahal negara ini memiliki bangsa yang besar," tukas Yahya. (ln/readislam)



Dipetik dari : www.Darulkautsar.com

Selamat Datang 2009

Hari ini bermulalah sebuah penghidupan baru dalam lakaran sejarah yang akan tercetus sepanjang tahun. Berbekalkan semangat, kemahuan, azam dan cita menempuh jalan kehidupan yang kadang kala indah kadang kala mengerikan. Itulah penghidupan di dunia tiada siapa yang mampu untuk mengelak darinya.

Sejarah yang lepas, kenang-kenanglah selalu untuk dijadikan sebagai pedoman. Mana yang manis senyumlah dalam hati dan kenangan pahit simpanlah jauh ke sudut memori kita. Memang payah untuk melupakan kenangan pahit, cakap senang lah kan, cuba rasa sendiri barulah tahu. kalau tak mana ada orang sanggup bunuh diri kerana kenangan. Kenangan ni kadangkala boleh membunuh walaupun tersimpan bertahun lama. Paling kurang boleh menambah penyakit yang memang dah banyak. Tu pun tak kira lagi sampai boleh bergaduh laki bini sebab kenangan punya pasal. sikit punya berat, jangan pandang ringan..

Ada orang pernah melaluinya kenangan yang sungguh manis sepanjang tahun, seolah-olah dia dilahirkan untuk menikmati kenangan manis saja, tak pernah rasa kenangan pahit. Tapi sebenarnya yang pahit tetap ada cuma dia anggap itu bukan kenangan atau terlupa perkara itu. Dah kira ok la tu, kepala pun tak pening, sedih pun tak ada, makan selalu bertambah dan cakap pun banyak. Orang macam ni selalunya susah dapat penyakit, pendek kata boleh panjang umur lagi. kalau yang gatal boleh lagi tambah bantal peluk tebal.. Yang gatal jer, yang tak gatal pun apa kurangnya kalau dah jodoh.. ha ha ha....

Tapi ada jugak manusia yang banyak kenangan pahit lebih banyak dari kenangan manis, banyak kali jugak dia menangis dan mengeluh bila terkenang tapi yang peliknya masih tak serik, tahun 2007 dah kena, eh 2008 pun kena jugak, takkan la tahun 2009 pun nak kena lagi.. sendiri mau ingat la.. lu fikirla sendiri..

Apapun untuk tahun 2009 ini, kekalkan mana yang patut dan ubahlah mana yang perlu... kita ni tak selalu muda pas ni akan tua jugak. Biarpun tua tapi berisi itu yang penting tak kira berisi poket ke ilmu atau hikmah dan pengalaman, yang penting berguna untuk kita dan orang lain.
sama-sama kita bermula dari awal tahun dengan niat dan azam yang baik untuk kesejahteraan, kemakmuran dan kebahgiaan yang diberkati Allah Taala, tak guna kalau sekadar berdoa awal tahun dan akhir tahun kalau sikap kita macam dulu jugak.. so! berubahlah dari sekarang... kata pepatah cina
" kejayaan adalah bermula dari langkah yang pertama"





Tuesday, December 30, 2008

Cinta Seratus Peratus.. Aduhai...

“Abang tidak cinta kepada saya sepenuh hati. Tidak seratus peratus,” rungut seorang isteri kepada sang suami.

Suami terdiam.

Lidahnya kelu. Tetapi hatinya menghitung-hitung.

“Bagaimanakah isteriku mencongak kasihku kepadanya? Hingga timbul peratusan begitu. Apakah cintaku kepadanya hanya 50%, atau 80% atau 90% pada saat paling manis aku bersamanya?” benak hati suami berkata-kata.

Jiwanya bergelora.

Selama ini, hatinya sebagai suami tidak pernah dikongsi dengan sesiapa. Biar pun dia tidak mampu menyalut tubuh isteri dengan intan permata, namun hatinya yang lebih jernih dari berlian itu diberikan sepenuhnya buat si isteri, wanita yang dikahwininya kerana cinta.

Di mana silapku?

Merungut tentang kelemahan-kelemahan diri seorang lelaki bernama suami, adalah sesuatu yang lumrah dalam bahtera rumahtangga. Suami ada kalanya ditimpa malas, ada masanya kurang sensitif dengan perasaan isteri. Terlalu sibuk dengan kerja, hingga mungkin sesekali terabai anak-anak dan rumahtangga. Rungutan isteri, boleh diterima sebagai tazkirah dari Dia untuk kebahagiaan dan masa depan rumahtangga.

Tetapi rungutan isteri yang mempertikaikan cinta sang suami… ia bukan rutin kebiasaan.

Rungutan itu mempersoalkan sesuatu yang paling kudus dan suci dalam ikatan hubungan di antara seorang lelaki dan perempuan bergelar suami dan isteri.

69875

PERANAN SUAMI

Sesuatu yang ada kalanya terbentang dalam bahasa yang tidak seimbang, tanggungjawab seorang suami ke atas isteri sebenarnya jauh lebih banyak berbanding dengan tugasan isteri terhadap suami. Namun ‘cuaca’ perbahasan hal ehwal rumahtangga di dalam gelanggang Islam, sering terkesan oleh kecenderungan dominasi kaum lelaki, hingga yang banyak diperkatakan adalah kelemahan, kesilapan dan kesalahan kaum isteri.

Isteri yang sering dileter dalam ceramah-ceramah agama.

Ayat-ayat al-Quran dan Hadith yang bercakap tentang peranan isteri, yang sering dipetik di dalam ucapan dan tulisan.

Sedangkan, wahyu Allah dan petunjuk Nabawi sarat berisi dengan tugas serta tanggungjawab seorang lelaki bernama suami. Tanggungjawab itu bermula dari soal nafkah zahir dan batin, hinggalah kepada soal keperluan emosi isteri. Belaian sang suami, kata-kata yang baik, malah segala kebajikan harus mendahulukan isteri, juga anak-anak berbanding orang lain di luar daerah rumahtangga.

Oleh kerana tugas dan tanggungjawab yang begitu banyak terpikul di bahu seorang suami, dia harus menjadi seorang pencinta yang hebat.

Cinta yang mendorongnya bekerja.

Cinta yang merangsangnya berperanan.

Cinta yang menjadikan segala tugas dan tanggungjawab yang dilakukannya itu suatu keseronokan dan kepuasan dalam hidup.

Tanggungjawab tanpa cinta, adalah beban dan derita.

Tidak mungkin seorang suami mampu untuk menjalankan peranannya dengan baik sebagai seorang suami, jika dirinya bukan seorang pencinta yang hebat.

MASIH DIPERTIKAI

Justeru, andai seorang suami itu bersungguh-sungguh dalam peranan yang dimainkannya, mengapa isteri masih mempersoalkan cinta suami?

“Abang tidak cintakan saya sepenuh hati!’ mengapa begitu mudah seorang isteri melontarkan soalan sedemikian rupa?

Kembalilah kita kepada suatu amaran luar biasa seorang Nabi:

uritunnaara

“Diperlihatkan kepadaku Neraka, sesungguhnya kebanyakan penghuninya adalah wanita, mereka itu mengkufuri”. Lalu Baginda SAW ditanya: apakah mereka itu mengkufuri Allah? Rasulullah SAW menjawab, “mereka itu mengkufuri suami (atau nikmat-nikmat berumahtangga), dan mereka mengkufuri Ihsan. Apabila kamu melakukan kebaikan kepada salah seorang daripada mereka sepanjang tahun, tetapi kemudiannya dia melihat sesuatu yang tidak kena padamu, nescaya dia akan berkata (kepada suaminya): aku tidak nampak satu apa pun kebaikan padamu!” [hadith riwayat al-Bukhari]

Ia bukan hadith yang memberi maksud bahawa wanita itu tempatnya di Neraka. Naudhubillah…

Kita tidak ke Syurga atau Neraka kerana jantina.

Justeru hadith ini bukan kenyataan Nabi sallallaahu ‘alayhi wa sallam tentang Syariatullah.

Sebaliknya ia merupakan indikasi baginda tentang sesuatu yang bersangkutan dengan Sunnatullah.

Tentang kecenderungan perlakuan kaum perempuan yang mudah mengkufuri nikmat berumahtangga.

Hadith yang menjawab tanda tanya sang suami itu tadi.

Suami berlaku baik kepada sang isteri sepanjang tahun. Namun tatkala ada sesuatu yang tidak kena dilakukan oleh seorang suami, mudah sekali seorang isteri berkata kepada suaminya, “aku tidak nampak satu apa pun kebaikan padamu!”

Perlakuan seperti ini diungkapkan oleh Nabi sallallaahu ‘alayhi wa sallam sebagai berkait rapat dengan wanita, merujuk kepada kebiasaan dan mudahnya wanita terjerumus kepada tindak tanduk seperti ini. Ia harus diambil sebagai peringatan, bukan hukuman atau keputusan.

Perbuatan menafikan kebaikan suami digelar sebagai kufr al-’asyeer iaitu kufur terhadap nikmat di dalam rumahtangga. Ia dikategorikan oleh al-Imam al-Bukhari sebagai “Bab Kufur Kepada Suami, dan Kufur Yang Bukan Kufur” iaitu tajuk kepada hadith ini di dalam Kitab al-Imaan.

PELAJARAN KEDUA BELAH PIHAK

Hadith ini memberikan pelajaran yang penting kepada kedua belah pihak.

Bahawa bagi isteri, hindarkanlah diri dari mudah terjerumus kepada percakapan-percakapan yang membinasakan ini.

Manakala bagi seorang suami, ketahuilah bahawa, tugasmu adalah untuk memberikan seratus peratus komitmen dan kasih sayang kepada isteri. Tetapi JANGAN sekali-kali kamu cuba mengejar seratus peratus tersebut. Beri 100% tetapi jangan kejar 100% itu kerana kecenderungan seorang isteri untuk menafikan pemberianmu.

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada isterinya itu masih cuba mengejar-ngejar pengiktirafan sang isteri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sedar akan meninggalkan perjuangan.

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada isterinya itu masih cuba mengejar-ngejar pengiktirafan sang isteri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sedar telah mendurhakai serta mensesiakan ibu dan bapanya.

Jika suami yang memberi sepenuh cinta kepada isterinya itu masih cuba mengejar-ngejar pengiktirafan sang isteri, ketika itu mungkin seorang suami tanpa sedar telah mengabaikan anak-anak mereka sendiri.

Semuanya kerana terlalu mengikut desakan isteri yang terus menerus mahu suaminya memberikan seratus peratus cinta yang tidak pernah dikecapinya itu. Ketika inilah, isteri malah anak-anak boleh bertukar dari penyejuk mata dan hati, kepada musuh yang membinasakan:

64_14-i

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya ada di antara isteri-isteri kamu dan anak-anak kamu yang menjadi musuh bagi kamu; oleh itu awaslah serta berjaga-jagalah kamu terhadap mereka…” [al-Thaghaabun 64: 14]

Namun, sebagai seorang pencinta yang benar dalam cinta dan kasih sayangnya kepada isteri, seorang suami harus ada keupayaan untuk bersabar, memaafkan, tidak marah dan mengampunkan kesalahan isteri serta anak-anak itu tadi, maka ketahuilah wahai suami, Allah juga Maha Pengampun lagi Maha Pengasih kepada engkau, isteri dan anak-anakmu.

64_14-ii

“… dan kalau kamu memaafkan dan tidak marahkan (mereka) serta mengampunkan kesalahan mereka (maka Allah akan berbuat demikian kepada kamu), kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Al-Taghaabun 64: 14)

MENCARI PELENGKAP 100%

Manakala bagi seorang isteri, sesungguhnya kamu tidak akan sekali-kali dapat merasakan yang suamimu mencintaimu sepenuh hati, sehinggalah kamu hindarkan dirimu DARI KUFUR KEPADA SYUKUR. Jauhkan dirimu dari kufr al-asyeer, menafikan kebaikan-kebaikan yang telah suamimu berikan di atas cintanya kepadamu kerana Dia, sebaliknya belajarlah untuk bersyukur kerana syukur itulah yang mengganda-gandakan nikmat yang engkau terima.

14_7

“Dan (ingatlah) ketika Tuhan kamu memberitahu: “Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya Aku akan tambahkan nikmatKu kepada kamu, dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar, sesungguhnya azabKu amatlah keras” [Ibrahim 14: 7]

Sesungguhnya, perasaan bahawa suamimu tidak mencintaimu sepenuh hati, biar pun dia telah berusaha sedaya upaya untuk menjalankan tugas serta tanggungjawabnya terhadap dirimu, rasa kekurangan itu bukan datang dari kekurangan suamimu, tetapi kerana Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menambah nikmat-Nya berupa kasih sayang suami kepadamu, kerana terjerumusnya kamu ke lembah kufr al-’asyeer. Kamu bukan mengkufuri Allah, tetapi kamu kufur kepada nikmat Allah berupa kasih sayang suami kepada dirimu.

Demi untuk merasakan kesempurnaan pada cinta dan kasih itu, bersyukurlah… nescaya Allah akan tambah-tambahkan lagi nikmat-Nya. Suamimu tidak akan mampu memberikan seratus peratusmu itu sehinggalah engkau mendapatnya dari Allah, Tuhan yang menggandakan nikmat sebagai balasan syukur seorang hamba.

Dan jika kita biarkan diri terbelenggu dalam kekufuran, ketahuilah bahawa sesungguhnya azab Allah itu amat pedih kesannya. Usahkan azab Akhirat yang tidak terbayang itu, pedihnya sampai ke dunia hingga Baiti Jannati yang kau dambakan selama ini, menjadi neraka dunia yang menyeksa lagi membinasa.

Sebagaimana suami amat mudah terheret ke Neraka kerana tidak memberi seratus peratus, begitulah juga isteri amat mudah terheret ke Neraka kerana meminta-minta seratus-peratus itu.

Bertaqwalah kepada Allah wahai suami yang tidak memberi seratus peratus.

Bertaqwalah kepada Allah wahai isteri yang meminta seratus peratus itu.

Hayati lah puisi ini....


Monday, December 29, 2008

Israiliyyat: Penceramah mencemarkan al-Quran

Dr. Mohd Asri Zainul Abidin


Melihat sesetengah penceramah televesyen atau di luar televesyen berceramah agama dengan menyelitkan kisah nabi-nabi atau wali-wali yang entah dari mana dikutipnya amat merisaukan hati. Sebahagian kisah-kisah yang disebutkan itu tidak mempunyai sebarang sandaran agama yang diiktiraf dari segi disiplin periwayatan. Kebanyakannya adalah Israiliyyat. Lebih malang lagi, sebahagian kisah-kisah itu kelihatan seperti mitos atau kartun semata. Apabila ianya dikaitkan dengan Islam, maka hilanglah kehebatan agama wahyu yang agung dan berwibawa ini.

Secara umumnya Israiliyyat adalah kisah-kisah yang bersumberkan maklumat Yahudi atau Bani Israil. Bukan sedikit juga riwayat-riwayat tersebut yang terselit atau disebut dalam buku-buku umat Islam. Para ulama hadis sentiasa memperingatkan umat tentang bahaya ini. Banyak riwayat atau kisah Israiliyyat hanya mencemarkan agama. Namun ramai penceramah tidak dapat membezakan antara israiliyyat.

Dunia semakin canggih, teknologi berkembang di luar dari igauan generasi yang lalu. Banyak perkara yang tidak wujud pada generasi lalu, ia adalah kenyataan hidup generasi hari ini. Sikap, pendirian dan pendekatan juga berubah. Dahulu apa yang dinyatakan oleh orang tua-tua kesemuanya tidak dibantah. “Orang tua selalu betul”. Hari ini barangkali tidak. Mungkin pandangan orang tua-tua dalam sesetengah perkara dianggap ‘ketinggalan bas’. Dahulu cakap orang yang bergelar ustaz atau tok guru tidak akan dibantah. Bahkan dianggap berdosa jika bantah dan melawan. Maka segala perbuatan ustaz atau tok guru dianggap agama. Mereka bagaikan wakil ‘tuhan’ yang tidak dipertikaikan firmannya. Ucapan mereka diterima bulat-bulat. Bagaikan Rasul yang maksum. Justeru, sekalipun ‘mandi safar’ itu syirik, namun orang kerana jampi menteranya ditulis oleh ‘ustaz’, maka sekian lama kepercayaan itu menjalar dalam masyarakat melayu. Tepung tawar pelepas bala bukan ajaran Islam. Bahkan ia mempunyai nilai-nilai syirik yang jelas. Namun, dahulu ramai yang membuatnya. Sebabnya kerja ini di’francais’ oleh yang bergelar ustaz atau mungkin yang bergelar tok guru. Perkara yang ‘sewaktu dengan semua itu’ bukan sedikit telah berlaku dalam masyarakat kita. Namun hari ini perkara-perkara tersebut banyak yang sudah pupus. Generasi baru sudah mula celik.

Hari ini dunia lebih moden. Generasi baru mendapat pendidikan yang luas. Pendidikan dan pengetahuan moden selalu menuntut setiap perkara dikemukakan berdasarkan fakta dan angka. Maka tidak hairan jika generasi moden mula mempersoalkan banyak perkara-perkara yang dianggap berakar umbi dalam masyarakat sekalipun atas nama agama. Dahulu barangkali seorang ustaz di masjid boleh menceritakan berbagai riwayat Israiliyyat dengan selesa. Sehingga timbul kisah Nabi Sulaiman dan Sang Kancil. Watak seorang nabi diperkatunkan sehingga hilang kehebatan perjuangannya. Hari ini kisah-kisah itu dipertikaikan sumber dan ketulenannya. Mereka mungkin menaiki kereta ‘kancil’, tetapi mereka tidak menerima watak lucu itu dikaitkan dengan seorang nabi yang mempunyai tugasan dakwah yang agung. Dahulu barangkali seorang ustaz apabila tiba 10 Muharram atau ‘asyura boleh bercerita dengan bebas tentang bubur Nabi Nuh di atas kapal dengan berkempen orang ramai memasak bubur tersebut untuk dimakan. Hari ini generasi baru akan bertanya ketulenan kisah itu dan rasional untuk kita melakukannya. Nabi Nuh a.s. dihantar bukan sebagai seorang chef untuk memperkenalkan resepi bubur. Dia adalah seorang nabi yang mempunyai mesej dakwah yang besar. Mereka mungkin sudi memakan bubur tersebut. Tetapi tidak sanggup perkara itu dikaitkan sebagai satu arahan Islam yang agung ini. Dahulu barangkali seorang ‘ustaz’ boleh bercerita dengan bebas jampi penyeri wajah naik pelamin Nabi Yusuf. Hari ini perkara seperti itu tentu dipertikaikan.

Dahulu berdasarkan cerita sesetengah ustaz atau lebai, ada yang ikut mempercayai “Sesungguhnya bumi berada di atas sebiji batu. Batu tersebut berada di atas tanduk seekor lembu jantan. Apabila lembu jantan itu menggerakkan tanduknya, maka batu tersebut pun bergerak dan bergeraklah bumi. Itulah gempa bumi.”

Pengetahuan moden sama sekali menolak kepercayaan ini. Kita menganggap ini adalah riwayat palsu. Kata Ibn Qayyim al-Jauziyyah (meninggal 751H) ketika mengulas riwayat ini: “Yang peliknya ada orang yang sanggup menghitamkan buku-bukunya dengan perkara-perkara merepek ini”.( Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Al-Manar al-Munif, m.s.78.) Kata Abu Syahbah : “Ini adalah rekaan ahli kitab bertujuan menghina para rasul” (Abu Syahbah, Al-Israiliyyat wa al-Maudu`at fi Kutub al- Tafasir. m.s 305)

Malangnya, ada golongan agama dahulunya mempercayai perkara ini. Mereka menyangka bahawa dunia berada di atas tanduk lembu dan lembu itu berada atas ikan nun seperti yang ditambah dalam riwayat palsu yang lain. Ini adalah karut, menyanggahi hakikat yang diterima secara yakin bahawa bumi ini terapung-apung di angkasa.

Kita menyeru kepada tajdid (pembaharuan). Kita menentang hal ini. Kita katakan, kelemahan pengetahuan orang ramai masa kini untuk membezakan antara isi al-Quran yang sebenar dengan riwayat Israiliyyat boleh membawa mereka salah faham terhadap al-Quran dan ragu-ragu terhadap inti kandungannya. Tambahan pula, pengetahuan manusia moden yang telah banyak menolak bentuk-bentuk khurafat.

Ini disebabkan mereka tidak mempunyai kaedah yang jelas dalam membezakan antara kisah-kisah yang termuat dalam buku-buku tafsir dan kisah-kisah al-Quran yang asal. Mereka akhirnya menyangka al-Quran menghidangkan kisah-kisah lucu atau ada kandungan al-Quran yang bertentangan dengan fakta sains seperti contoh-contoh yang disebutkan tadi. Kata guru saya iaitu seorang tafsir yang terkenal Solah `Abd al-Fattah al-Khalidi : “Telah berlaku kesalahan sebahagian pengkaji, penulis dan penceramah dari kalangan muslimin dalam melihat kisah-kisah umat yang lalu di dalam al-Quran. Sekalipun dengan niat yang baik, namun mereka telah menyanggahi metodologi yang betul dan lurus dalam mengkaji kisah-kisah tersebut. Mereka telah mempersembahkan kepada para pembaca dan pendengar timbunan daripada berbagai pendapat, kisah, riwayat dan pendetilan kisah. Kesemuanya tidak lebih dari kisah-kisah karut, batil, palsu yang mereka ambil daripada sumber-sumber yang diselewengkan lagi batil, ia adalah al-israilliyyat dan kisah-kisah ahli kitab”.( Solah Abd al-Fattah al-Khalidi, Ma`a Qasas al-Sabiqin fi al-Quran 1/31)

Di saat dunia semakin canggih dan moden. Kepercayaan sebahagian manusia terhadap kebanyakan agama semakin tercemar disebabkan karut-marut yang telah membaluti kebanyakan kepercayaan. Hanyalah Islam, agama yang menolak khurafat, tahyul dan karut-marut yang tiada asasnya. Ini membuktikan hanya Islam sahaja, yang dapat menghadapi perkembangan tamadun kebendaan. Tamadun yang bersedia mempertikaikan apa sahaja termasuklah ketuhanan. Islam yang tulen tetap utuh, kerana mesej dan tujuannya jelas tidak dicemari oleh kekarutan. Inilah mesej al-Quran dan Sunnah yang sahih. Malangnya ada di kalangan umat, terutama para pendakwah dan penceramah yang kurang berhati-hati mencemarkan al-Quran dengan kisah-kisah israiliyyat dan rekaan yang merosakkan agama.

Fokus kisah-kisah al-Quran adalah pengajaran, bukan untuk melalut dan meracau dalam perkara-perkara yang tiada kaitan dengan pengajaran. Israiliyyat telah memalingkan manusia dari memberikan tumpuan kepada inti-kandungan pengajaran kepada unsur-unsur yang tidak bermanfaat. Apatah lagi tidak dikenalpasti pula sejauh kebenarannya. Bahkan sebahagian besarnya adalah karut marut dan bohong. Kisah Luqman umpamanya, al-Quran hanya menyebut sesuatu yang bermanfaat dan dapat dicontohi. Firman ALLAH: (Surah Luqman: 12) Dan sesungguhnya Kami telah memberi kepada Luqman, hikmat kebijaksanaan, (serta Kami perintahkan kepadanya): Bersyukurlah kepada ALLAH (akan segala nikmatNya kepadamu)". Dan sesiapa yang bersyukur maka faedahnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan sesiapa yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi hal kepada ALLAH), kerana sesungguhnya ALLAH Maha Kaya, lagi Maha Terpuji.

Demikian insan apabila membaca ayat ini akan tahu pengajaran yang dapat dicontohi dari Luqman ialah bersyukur dengan kurniaan kebijaksanaan yang ALLAH berikan. Selepas ayat ini, ALLAH menceritakan nasihat-nasihat Luqman yang berguna kepada anaknya. Nasihat-nasihat tersebut banyak pengajarannya. Antaranya ia adalah nasihat yang berkualiti yang terbit dari orang yang diberikan hikmah. Hikmah itu membawa insan mengenali hakikat kebaikan yang tulen. Ini terserlah dalam isi kandungan nasihat-nasihat tersebut. Nasihat-nasihat itu juga adalah sukatan pendidikan yang bermutu dan tepat. Namun Israiliyyat menyibukkan pembaca al-Quran dengan perkara-perkara lain dari ini semua. Menurut Israiliyyat, Luqman adalah seorang lelaki hamba abdi berketurunan Habsyi, seorang yang pendek, hidungnya penyek, bibirnya tebal, lebar tapak kakinya dan berbagai lagi.( lihat: Salah al-Khalidi, Ma’ Qasas al-Sabiqin, 3/150)

Tambahan Israiliyyat ini, hanyalah memalingkan pembaca al-Quran daripada tujuan utama al-Quran yang menghidangkan kisah tersebut sebagai suatu pengajaran dan pengiktibaran yang dapat dimanfaat oleh semua kepada perbincangan yang belum tentu ada faedahnya. Apakah faedah besar untuk pembaca al-Quran jika dia mengetahui Luqman berkulit hitam, berbangsa Habsyi, berhidung penyek?!. Apakah dia boleh meniru itu semua jika ALLAH telah mentakdirkannya berkulit putih, berhidung mancung dan tidak berbangsa Habsyi. Apakah itu tujuan kisah yang dibawa?! Atau tujuannya mengkisahkan seorang hamba ALLAH yang diberi hikmah dan dia diperintahkan bersyukur kepada tuhannya. Lalu dipersembahkan hikmah dan syukur itu dalam suatu sukatan pendidikan yang membentuk insan yang rabbani.

Kata Salah al-Khalidi dalam karangannya yang lain: “Cerita dan sebutan al-Quran mengenai umat terdahulu, kisah-kisah dan berita mengenai mereka bukan dengan cara pendetilan huraian. Al-Quran tidak mendetilkan tentang masa, atau tempat, atau watak, atau memperincikan cerita. Tidak diceritakan setiap kejadian, atau episodnya, atau bahagian-bahagiannya. Ia tidak pula melengkapkan (setiap episod), mendetil, menghuraikan dengan panjang lebar peristiwa-peristiwa yang berlaku, setiap pergerakan watak-wataknya dan latarbelakang peristiwa. Al-Quran tidak melakukan ini semua. Ini kerana bukan tujuan al-Quran untuk mendetilkan kisah-kisah tersebut. Sebaliknya tujuan al-Quran untuk membentangkan kebenaran dan menentukan nilaian dan pemikiran, mengambil pengiktibaran, pengajaran dan panduan. Juga mengambil manfaat dari panduan-panduan yang terdapat dalam kisah-kisah tersebut. Ini semua terlaksana dengan kadar dan cara yang telah dibentangkan oleh al-Quran. Para pembaca dan pengkaji al-Quran yang mengambil riwayat Israiliyyat dan cerita-cerita dongeng sepatutnya berpegang dengan tujuan al-Quran bagi kisah-kisah umat yang lalu. Mereka sepatutnya mengambil faedah dari method al-Quran dalam melihat dan menghuraikan kisah-kisah tersebut. Mereka sepatutnya menumpukan kepada inti panduan dan pengajaran. Mereka tidak sepatutnya mengambil sumber-sumber yang berasal dari manusia yang bersifat lemah dan jahil. Lalu mereka mencari pendetilan apa yang diterangkan al-Quran secara umum, cuba menjelaskan apa yang al-Quran samarkan dan menceritakan apa yang al-Quran diamkan. Alangkah baiknya jika mereka ini dapat mencari dari sumber yang dipercayai. Barangkali boleh memberikan mereka ilmu yang dipercayai dalam hal ini. Malangnya mereka mencari dari sumber yang yang diselewengkan, dusta (Israiliyyat) dan mengambil dari manusia kafir lagi zalim yang menyelewengkan agama mereka (Yahudi)..”. (Al-Khalidi, Salah ‘Abd al-Fattah, Mafatih li Taa’mul ma’ al-Quran, m.s. 85)

Di zaman kini, manusia banyak mengkaji dan mengetahui perkara-perkara baru. Maklumat berkembang begitu pantas dan tangkas. Masa untuk insan muslim membaca al-Quran juga terganggu dengan urusan dan kerja yang sentiasa mengasak dan mendesak. Untuk memahami al-Quran, insan muslim tentu memerlukan lebih kesungguhan iman dan kehendak yang jitu bagi memperuntukkan waktu yang dianggap amat berharga dan selalu memburu. Jika waktu yang terhad itu dibazirkan dengan kisah-kisah Israiliyyat yang termuat di dalam karangan atau huraian sesetengah penulis dan penceramah, tentulah fokus yang wajib diberikan kepada inti asal al-Quran akan tergadai. Apatah lagi kisah-kisah Israiliyyat itu sebahagiannya mencemarkan wajah agama di hadapan fakta sains dan maklumat.

Orang-orang Barat jika mereka tidak jelas antara Israiliyyat dengan inti kandungan asal al-Quran, boleh menyebabkan mereka menganggap Islam mengandungi ajaran-ajaran yang bercanggah dengan penemuan sains yang dibuktikan kebenarannya. Maka mereka akan memandang lekeh kepada Islam lalu menolak dan mempertikaikannya. Apa tidaknya, jika mereka mendengar sesetengah ‘ustaz’ di Malaysia ini yang menyatakan umur dunia ialah 7000 tahun. Alangkah terperanjatnya mereka kerana para saintis yang mengkaji umur kehidupan di atas muka bumi menyatakan ia sudah mencapai jutaan tahun. Mereka akan tertanya: inikah Islam yang bersumberkan wahyu yang sebenar?!! Sedangkan mereka tidak tahu bahawa itu semua adalah riwayat Israiliyyat. Abu Syahbah menyatakan bahawa riwayat yang menyatakan Nabi melihat usia dunia berusia 7000 tahun adalah Israiliyat dan dusta, tidak kaitan dengan Islam.( Lihat: Muhammad Muhammad Abu Syahbah, Al-Sirah al-Nabawiyyah fi Dau al-Quran wa al-Sunnah, 1/14)

Benar seperti kata Dr.Yusuf al-Qaradawi: "Sesungguhnya antara yang mencemarkan warisan ilmu kita, terutamanya di medan tafsir ialah meresapnya Israiliyyat, dan sukar pula untuk dibersihkan”. Katanya juga: “Seakan-akan Yahudi ketika tentera mereka tewas di hadapan dakwah Islam di Madinah, Khaibar dan selainnya, maka mereka cuba menghadapi Islam dengan senjata yang lain sebagai ganti kepada kekalahan mereka. Demikian itu ialah senjata peperangan pemikiran. Lalu mereka memasukkan riwayat israiliyyat yang pelik-pelik. Dalam kecuaian, maka tidak sampai sekejap, lalu israiliyyat telah mencekik kitab-kitab kaum muslimin”.( Al-Qaradawi, Thaqafah al-Da`iyyah, 41).

Nafas baru perlu diberikan kepada penafsiran al-Quran demi generasi baru. Nafas itu membawa kita kembali kepada wajah Islam yang asli dan tulen.

Ikut Dalil dan Fakta, Buang Taklid Buta

oleh: S.S Dr. Asri Zainul Abidin

Islam adalah agama yang bina di atas hujah dan dalil. Sumber ajaran yang agung Islam adalah al-Quran dan al-Sunnah. Tiada Islam tanpa hujah dan dalil. Segala cakap kosong tanpa alasan tidak layak untuk dikaitkan dengan agama yang suci ini.

Islam adalah agama Allah yang Maha Mencipta Lagi Maha Mengetahui. Justeru itu, mustahil terdapat dalam ajaran Islam sesuatu yang menyanggahi fakta yang benar dan hakikat ilmiah. Apa sahaja pendapat yang menggunakan nama Islam, namun tidak berpaksi hujah dan dalil dari al-Quran atau al-Sunnah, maka ianya bukan ajaran Islam sekalipun yang memberikan pendapat itu menyangkut kan pada dirinya berbagai gelaran agama, atau memakai bermacam pakaian yang dikaitkan dengan agama. Demikian juga, apa sahaja pandangan yang dikaitkan dengan Islam jika terbukti secara realitinya bercanggah dengan hakikat alam atau fakta sains yang pasti, atau kemaslahatan hakiki insan secara nyata maka ianya juga bukan dari ajaran Islam sama sekali.

Kata sarjana besar Islam al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (meninggal 751H): "Sesungguhnya syariah Islam itu binaan dan asasnya adalah atas segala hikmah dan kebaikan untuk manusia di dunia dan akhirat. Syariah Islam itu segalanya keadilan, kebaikan dan hikmat. Maka setiap perkara yang terkeluar dari keadilan kepada kezaliman, dari rahmat kepada yang berlawanan dengannya, dari kebaikan kepada kerosakan, dari hikmat kepada sia-sia maka ianya bukan syariah Islam sekalipun diberikan takwilan untuknya". (Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I'lam al-Muwaqqi'in, 3/3, Beirut: Dar al-Jail).

Apa sahaja pandangan mengenai Islam yang menyanggahi al-Quran atau al-Sunnah atau asas-asas kemaslahatan yang digariskan oleh syariah adalah tertolak tanpa mengira siapa pun tokohnya. Maka pendapat setiap orang sekalipun dia seorang mufti, atau tok guru atau ustaz boleh diterima atau ditolak, kecuali al-Quran dan al-Sunnah. Pendapat sesiapa pun –sekali pun ulama besar- berhak untuk dipertikaikan selagi tidak menepati nas-nas al-Quran dan al-Sunnah. Tiada siapa pun yang maksum dalam Islam melainkan rasul yang diutuskan. Setiap pandangan agama oleh seorang tokoh atau ustaz bukan semestinya ditelan bulat-bulat.

Firman Allah dalam Surah al-Isra ayat 36 (maksudnya): Dan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannya.

Kata al-Imam al-Syatibi (meninggal 790H): "Maka wajib bagi kita untuk mengikut orang yang terhalang daripada kesilapan (maksudnya RasululuLah S.A.W) dan berhenti daripada mengikut sesiapa yang tidak terhalang daripada silap apabila melihat kekeliruan pada ikutan tersebut. Bahkan kita bentangkan apa yang datang daripada para imam kepada al-Kitab dan al-Sunnah. Apa yang keduanya (al-Quran dan al-Sunnah) terima, maka kita terima, dan apa yang kedua tidak terima kita tinggalkannya.”. (Al-Syatibi, Al-I’tisam, m.s 165, Beirut: Dar al-Kitab al-`Arabi).

Sekalipun menghormati dan beradab dengan ulama diperintahkan oleh nas-nas Islam, namun ini tidak pernah menghalang seseorang memberikan kritikan ilmiah atau mempersoalkan kembali pandangan diberikan mereka dengan tetap menjaga disiplin-disiplin agama.

Inilah pegangan sebenar para sarjana Islam yang muktabar sejak sekian lama. Lihat sahaja sarjana besar al-Hafizd al-Imam al-Zahabi (meninggal 748H) yang mengkaji tokoh-tokoh umat Islam. Al-Imam al-Zahabi ini ketika memperkatakan sirah tokoh ilmuan besar iaitu Waki’ Ibn al-Jarrah, beliau memuji kehebatan Waki'. Antaranya al-Zahabi menyebut “beliau antara lautan ilmu dan para imam huffaz (hadith)”. Kemudian beliau menyebut perkataan Yahya bin Aktham: “Aku bersahabat dengan Waki’ ketika di tempatnya dan musafir. Dia berpuasa al-dahr (setiap hari) dan mengkhatam al-Quran dalam satu malam”.

Al-Zahabi mengulas perbuatan Waki' ini dengan katanya: "Aku katakan: Ini adalah ibadah yang dikagumi. Namun untuk dilakukan oleh seorang imam dari kalangan para imam hadith adalah tidak wajar. Sesungguhnya telah sahih larangan Nabi a.s berpuasa setiap hari dan membaca (mengkhatam) al-Quran kurang daripada tiga hari. Agama itu mudah. Mengikut sunnah adalah lebih utama. Semoga ALLAH meredhai Waki’. Mana hendak dicari orang (yang hebat) seperti Waki’?! Namun begitu dia selalu meminum nabiz Kufah, yang memabukkan jika diminum banyak. Dia membuat takwilan dalam meminumnya (beliau tidak menganggap haram selagi tidak memabukkan). Jika dia tinggalkannya (tidak meminumnya) atas sikap warak adalah lebih baik untuknya. Ini kerana sesiapa yang menghindari syubhat maka selamatlah agama dan maruahnya. Sesungguhnya telah sahih larangan dan pengharaman nabiz berkenaan. Namun bukan di sini perbincangannya. Setiap orang boleh diambil dan ditinggalkan pendapatnya (kecuali RasululLah s.a.w). Tidak dijadikan contoh teladan kesalahan seseorang alim." ( Al-Zahabi, Siyar A’lam al-Nubala, 9/142-144 Beirut: Muassasah al-Risalah).

Sekalipun Waki' ulama besar, namun kesilapan ilmiah mesti dinilai sebagai kesilapan ilmiah. Jelas, kita disuruh untuk menghormati orang lain terutama guru agama, namun ini tidak menghalang untuk kita bercakap benar beralaskan disiplin dan akhlak yang diajar oleh Islam.

Saya bincangkan tajuk ini, kerana sesetengah masyarakat tidak berani mempersoalkan seseorang yang dianggap ustaz sekalipun apa yang dinyatakan itu tidak berasas sama sekali. Mereka seakan diberikan lesan yang begitu besar untuk bercakap apa sahaja atas nama agama sekalipun tanpa hujah atau alasan yang kukuh. Bahkan sesetengah pengajar agama dahulu memberikan amaran kepada murid-muridnya bahawa "barang siapa yang banyak bertanya, maka lemahlah imannya". Maka kita tidak hairan jika ada negeri yang antara himpunan fatwanya mengharamkan jualan lembu kepada orang cina, menghukum budu sebagai najis jika terkena pakaian tetapi tidak najis untuk dimakan dan berbagai lagi fatwa yang pelik-pelik!!. Namun tiada siapa yang berani bertanya atas apa alasan hukum agama seperti itu dibuat, kerana bimbang nanti dituduh lemah iman.

Ada seorang penceramah agama berceramah ke sana sini di negara kita mengatakan menurut Islam ubat untuk pesakit aids adalah disebat seratus rotan di belakangnya. Kesan sebatan itu akan menyembuhkan penyakit. Inilah ajaran Islam. Beliau mendakwa kononnya ini adalah kajian berdasarkan al-Quran dan sains. Entah saintis mana yang memberi maklumat kepadanya saya pun tidak tahu. Maka meriahlah beliau dijemput oleh sesetengah pihak untuk memberikan penerangan-penerangan agama ala beliau itu. Ada yang memberi sambutan.

Saya ingin bertanya; "Para pesakit aids bukan kesemua mereka terlibat dengan zina, adakah mereka semua hendak disebat juga?. Adakah dengan jangkitan aids sudah cukup pada penilaian syariah untuk seseorang dihukum sebat seratus rotan?" Ini adalah kekeliruan yang nyata. Malangnya, ada masjid sehingga di KL pun yang memanggil penceramah yang seperti ini. Saya juga hairan ada sesetengah orang yang sangat terpelajar dan mampu menggunakan kewarasannya dengan maksima, namun apabila sampai dalam soal pandangan agama, dia mencampakkan segala kebijaksanaannya dan membisukan diri seakan Islam ini memusuhi lojik dan akal lalu bertaklid buta.

Dahulu kita mendengar ada penceramah yang mendakwa beliau menanam mayat seorang kaya yang bertukar menjadi makhluk lain tanpa diketahui oleh sesiapa. Apa yang menariknya dalam negara yang mempunyai undang-undang seperti kita tidak ada siapa pula yang mencari kehilangan orang kaya berkenaan, sehingga penanamnya mendedahkannya. Pada hal cerita itu membabit peribadi yang sudah mati dan fahaman agama orang ramai. Ianya tidak patut dibuat dakwaan secara sebarangan. Malangnya, ada yang mempercayainya. Kemudian kita dengar pula ada orang yang menghukum orang lain murtad, bahkan pelajar-pelajar sebuah kolej murtad hanya atas berita yang tidak dapat dipastikan kebenarannya. Pada hal –jika benar sekalipun- tuduhan murtad adalah amat berat dalam Islam yang memerlukan penelitian, iqamah al-hujjah (penegakan hujah) yang tidak boleh dijatuhkan secara semberono. Namun ramai yang menelan bulat-bulat semua perkara itu atas nama agama dan perkara itu datang dari orang agama.

Sehingga kepada masalah dosa pahala, di sesetengah negeri, ada golongan agama yang mengambil kesempatan mengenakan berbagai cukai kepada keluarga si mati sehingga ribuan ringgit. Berbagai upacara tanpa kos yang dikaitkan dengan agama dikeluarkan bilnya untuk dicaj kepada keluarga si mati. Sehingga ada yang tersenyum lebar apabila mendengar berita kematian. Bacaan dan solat yang tidak diajar oleh Rasulullah s.a.w pun dimasukkan dalam senarai kos yang perlu ditanggung harganya. Masyarakat tidak berani bertanya; adakah agama begitu kejam sehingga keluarga yang kesusahan yang sepatut ditolong sebaliknya dikenakan caj tambahan?! Atau adakah Islam begitu kebendaan sehingga sesiapa yang mempunyai ongkos yang banyak maka dia dapat menyelesaikan soal dosa dan pahala? Maka, masuk syurgalah segala yang berduit dan mampu mengumpah pahala menerusi 'wakil-wakil tuhan' yang mengenakan caj di atas muka bumi ini. Adakah ini menggambarkan keindahan Islam yang menyuruh manusia beramal dan tidak mengharapkan orang lain?

Apa yang ingin saya simpulkan, adalah menjadi hak masyarakat untuk bertanyakan dalil dan alasan kepada setiap yang membicarakan agama ini. Seseorang ustaz atau tok guru bukan wakil tuhan yang ditabalkan seperti rasul sehingga apa yang diucapnya sekalipun tidak berdalil mesti kita mengiakannya. Islam bukan kuasa mutlak makhluk untuk memutuskan apa yang dia suka, sebaliknya agama ini dibina di atas hujah dan dalil. Jika setiap kita ini bertanyakan para ustaz alasan dan hujah bagi setiap pandangan agama yang diberikan, maka kita secara tidak langsung menunaikan prinsip Islam dan meningkat tahap ilmiah golongan itu sendiri. Jangan kita hanya menghafal pandangan-pandangan agama tanpa memikirkannya semula secara hujah dan rasional.

Seorang tokoh pemikir umat semasa , Prof. Muhammad Qutb menyebut: “Dari sudut yang lain, dijumudkan ilmu-ilmu syarak dalam bentuk yang dipelajari sebelum lima kurun lalu - sekurang-kurangnya-. Ditambah dengan masuk ke dalamnya serangan pemikiran Greek dari ilmu kalam yang tidak berguna dan bermanfaat. Lebih dari itu ilmu kalam telah menukarkan pengajian akidah kepada perkara-perkara yang menyusahkan minda lagi tidak berguna dan memayahkan. Mengubah akidah dari inti kandungan yang hidup kepada isu-isu falsafah yang membawa kepada pertengkaran tanpa sebarangan natijah dan tujuan. Lebih daripada itu pelajar-pelajar agama telah bertukar menjadi para penghafal bukan pemikir. Seseorang pelajar kelihatan berilmu hanya dengan kadar apa yang dia hafal daripada teks, syarah dan nota kaki. Namun dia tidak dapat berfikir untuk dirinya dan tidak juga dapat berfikir secara sendiri. Maka para ulama kehilangan keaslian ilmu, jadilah mereka itu golongan taklid yang hanya memetik dari orang lain. Bahkan ditambah lagi keburukan ketiga, iaitu taksub mazhab yang mengenai keseluruhan para pelajar. Setiap orang taksub dengan mazhab yang dia membesar di dalamnya. Dia menjadikan kemuncak jihadnya untuk agamanya, semata-mata untuk membuktikan mazhab dan syeikhnya melebihi mazhab dan syeikh orang lain..”. ( Muhammad Qutb, Waqi‘una al-Mu‘asir, m.s. 176).

Sesungguhnya bertaklid buta tidak pernah diajar oleh para imam Ahlil Sunnah wal Jamaah. Bahkan mereka menyuruh setiap insan berusaha membina kemampuan intelektualnya sendiri. Kita dengar apa yang disebut oleh murid agung al-Imam al-Syafi’i, iaitu al-Imam al-Muzani (meninggal 264H): “Aku ringkas ini dari ilmu al-Syafi’i dan apa yang semaksud dengan perkataannya. Untuk memudahkan sesiapa yang inginkannya. Dengan aku memaklumkan bahawa al-Syafi’i melarang bertaklid kepadanya atau selainnya. Tujuan ringkasanku supaya seseorang dapat melihat dan mengetahui ilmu al-Syafi’i, dengan aku memaklumkan kepada sesiapa yang inginkan ilmu al-Syafi’i bahawa al-Syafi’i melarang taklid kepadanya atau selainnya”.( Petikan dari Waliyy ALLAH al-Dahlawi, Al-Insaf fi Bayan Asbab al-Ikhtilaf, m.s. 100).

Jika keadaan ini dapat dibentuk, maka Islam tidak lagi dianggap ekslusif yang hanya diizinkan sesetengah orang memikirkan mengenainya dan yang lain pula mengikut secara taklid buta. Memang kita disuruh menghormati bidang. Namun kita tidak disuruh bertaklid buta. Pembangunan umat tidak akan berjalan selagi tahap para penyampai agama ini tidak ditingkatkan agar menepati keperluan dunia ilmiah yang pesat bersaing pada hari ini. Umat Islam mesti bergerak menyokong arus tajdid (pembaharuan) yang sedang dilakukan sejak dahulu sehingga hari ini.

sembang malam

Malam ni berlalu seperti malam-malam biasa, selalunya aku mengadap selepas internet selepas balik dari surau. tapi malam ni aku berada di rumah saja, sambil ambil angin di beranda rumah yang tak serupa rumah rumah tapi boleh la... orang lagi teruk sampai tidur kat bawah jambatan. syukurla tu...

kira-kira pukul 10.00 malam aku keluar untuk bersembang di kedai kopi dengan beberapa orang kawan. sambil minum sambil berbual etrmasuk isu politik menjadi topik perbincangan selain berbahas mengenai perbandingan kelebihan makan gaji dengan kerajaan atau swasta. tetapi apa yang menarik untuk aku paparkan di sini mengenai politik semasa iaitu pilihanraya kecil di terengganu. beberapa hari sebelum ini ada juga aku membelek akhbar-akhbar mengenai pilihanraya kecil ni, yang aku faham dalam beberapa keratan akhbar ini adalah umno sekarang ini terlalu terdesak untuk menang. apa pun belum tahu lagi siapa yang menang. hati orang terengganu ni susah nak baca suka sangat berubah-ubah jadi pas jangan terlalu yakin untuk menang kali ini. semuanya bergantung kepada kebijaksanaan ahli parti masing-masing. namun, yang jelasnya umno terlalu sangat mengharap sokongan dari pengundi cina sehingga banyak peruntukan baru dikeluarkan untuk kaum cina di sana.

mengikut perkiraan aku, umno susah nak menang kali ini berdasar sikap pengundi yang sudah muak dengan kerenah kerajaan sekarang. bagi parti pula, berdasarkan maklumat yang aku perolehi, sekarang ini berlaku percanggahan dan pertelagahan di kalangan pemimpin pas untuk mencalonkan wakil untuk pilihanraya kecil kali ini. keadaan ini sedikit sebanyak akan menguntungkan umno melainkan mereka dapat selesaikan masalah ini dengan bijak.

piliharaya kecil ini merupakan salah satu terjemahan kepada kerajaan barisan nasional (BN) untuk menilai kembali kedudukan parti mereka di kalangan rakyat. sekiranya menang ini bermakna rakyat sudah kembali percaya kepada Barisan Nasional dan ini jelas bahawa pada mac 2008 adalah protes rakyat kepada Barisan nasional. tetapi sekira BN tewas lagi pada kali ini, ini adalah satu tanda-tanda kecil bahawa BN akan kiamat pada bila-bila masa sahaja.

ini adalah pandangan insan biasa yang tak terlalu terlibat dalam politik dan tidak mempunyai mana-mana parti untuk disokong tapi pangkah tetap pangkah. apa pun parti yang akan menang menang nanti aku ucapkan tahniah dan parti yang kalah silalah muhasabah sekali lagi agar kesilapan-kesilapan lain tidak akan berulang lagi..

selamat malam..
jom tidur..

Moyangku

TOK PULAI CHONDONG(Haji Abdus Shamad bin Haji Abdullah bin Haji Hasyim, Pulai Chondong al-Kalantani

TOK PULAI CHONDONG ULAMA SUFI BERWIBAWA KELANTAN

- URL Asal

Oleh: WAN MOHD. SHAGHIR ABDULLAH


DALAM buku saya yang berjudul Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara terbitan Al-Ikhlas, Surabaya, 1980, kisah Tok Pulai Chondong telah dibicarakan secara ringkas. Selain itu riwayat hidup Tok Pulai Chondong juga pernah dimuatkan dalam majalah Pengasuh terbitan Kota Bharu, Kelantan, bilangan 45 September 1979/ Syawal 1399. Selain kedua-dua riwayat tersebut terdapat beberapa penulisan oleh para pengkaji tentang ulama sufi yang berasal dari Pulai Chondong, Kelantan itu.
Penulisan yang paling lengkap dan terkini adalah yang diusahakan oleh Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof dalam kertas kerja berjudul ‘Tok Pulai Chondong: Riwayat Hidup dan Sumbangan dalam Pendidikan Islam di Kelantan’. Kertas kerja tersebut dibentang dalam Nadwah Ulama III pada 15 hingga 17 April 2006 di Kepala Batas, Pulau Pinang. Perlu juga saya sebutkan di sini bahawa nama sebenar Tok Pulai Chondong ialah Abdus Shamad. Terdapat sekurang-kurangnya dua ulama terkenal yang bernama demikian di Kelantan. Yang seorang lagi ialah Abdus Shamad yang digelar orang dengan nama ‘Tuan Tabal’.
Selain gelaran yang berbeza nama orang tua juga berbeza. Nama orang tua Tuan Tabal ialah Muhammad Salleh al-Kalantani. Beberapa orang yang bercerita tentang kedua-dua ulama tersebut tidak dapat membezakan antara keduaduanya.
ASAL USULRencana minggu ini tetap merujuk kepada tulisan saya dalam buku terbitan 1980 itu, sekali gus dilengkapi dengan petikan yang dibicarakan dalam kertas kerja Nadwah Ulama III yang disebut di atas.
Nama lengkap Tok Pulai Chondong ialah Haji Abdus Shamad bin Haji Abdullah bin Haji Hasyim, Pulai Chondong al-Kalantani (selanjutnya disingkatkan Tok Pulai Chondong saja). Lahir semasa pemerintah Long Yunus (1762-1794) iaitu pada tahun 1207 H/1792 M.
Beliau ialah saudara dua pupu Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Mengenai tulisan saya (pada tahun 1980) yang belum sempat saya bahas, tiba-tiba Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof memberikan maklumat yang lebih lengkap (pada tahun 2006) bahawa Haji Hasyim (datuknya) berasal daripada keturunan Sultan Ahmad Minangkabau, Sumatera, yang berhijrah ke Patani pada abad ke-18. Saya tidak bermaksud membantah tentang cerita ini, cuma saya masih meragukan perkataan ‘Sultan Ahmad Minangkabau’. Kemungkinan sebenarnya ialah Sutan Ahmad Minangkabau. Perkataan ‘Sultan’ dengan ‘Sutan’ mengandungi pengertian yang berbeza. Istilah ‘Sutan’ banyak digunakan pada pangkal nama orang-orang yang berasal dari Minangkabau walaupun mereka tidak memerintah dalam kerajaan.
Yang saya bicarakan pada perenggan ini adalah dipetik dan diringkaskan daripada tulisan Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof. “Setelah belajar di Patani beliau menjadi ulama, digelar orang ‘Tok Saraf’ kerana pakar dalam ilmu tersebut. Imam Hasyim mempunyai tiga anak iaitu Faqih Haji Abdullah, Faqih Ali dan Faqih Deramat. Faqih Haji Abdullah ialah ayah Tok Pulai Chondong. Akhirnya imam Hasyim, anaknya Faqih Haji Abdullah dan Wan Mek pindah ke Kelantan. Selepas imam Hasyim dan keluarganya sampai di Kelantan, mereka membuka perkampungan yang dinamakan Kampung Bukit.
“Imam Hasyim meninggal dunia di Kampung Bukit itu, selanjutnya anak beliau Faqih Haji Abdullah dilantik menjadi imam di situ. Faqih Haji Abdullah apabila meninggal dunia dikebumikan di Kampung Pisang, Perol, Kota Bharu....” Demikianlah diringkaskan daripadakertas kerja Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof.
PENDIDIKANTok Pulai Chondong setelah belajar daripada ayah dan datuknya sendiri menurut pengajian sistem tradisional Patani. Beliau juga pernah belajar di Pondok Pauh Bok, Patani daripada Syeikh Abdur Rahman bin Abdul Mubin al-Fathani. Selanjutnya pergi ke Mekah pada tahun 1223 H/1808 M. Di sana beliau belajar kepada Tuan Guru Haji Adam. Riwayat yang sahih ramai orang menceritakan bahawa Tok Pulai Chondong ialah murid Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Baik masih berada di Pondok Pauh Bok, mahupun setelah di Mekah, beliau bersahabat dengan beberapa orang antaranya ialah Syeikh Wan Hasan bin Wan Ishaq al-Fathani (yang kemudian dikenali dengan nama Tuan Hasan Besut). Juga saudaranya Syeikh Wan Ali bin Wan Ishaq al-Fathani. Sewaktu belajar di Mekah, Tok Pulai Chondong juga bersahabat dengan Syeikh Abdul Malik bin Isa Terengganu, Syeikh Wan Musa dan ramai lagi.
Setelah menetap beberapa tahun di Mekah, Tok Pulai Chondong pulang ke Kelantan. Seterusnya Tok Pulai Chondong menyebarkan pengetahuannya dalam tiga cabang pengetahuan iaitu usuluddin, fiqh dan tasawuf. Tidak berapa lama di Kelantan Tok Pulai Chondong berangkat pula ke Mekah dalam tahun 1256 H/1840 M melanjutkan pelajarannya kerana dirasakan bahawa beliau masih perlu belajar lagi, bukan mengajar. Padahal dalam penilaian beberapa orang ulama, Tok Pulai Chondong yang dalam bidang tasawuf sebenarnya memang layak mengajar bukan belajar.
Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof menulis bahawa pada tahun tersebut Tok Pulai Chondong pergi ke Mesir menziarahi makam Imam Syafie bersama sahabatnya, Tuan Hasan Besut. Kisah ini merupakan maklumat baru, dan sekali gus menggambarkan persahabatan yang sangat rapat antara Tok Pulai Chondong dengan Tuan Hasan Besut yang terkenal itu.
Masih dalam konteks ini, Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof juga menulis, “ada pendapat lain yang menyatakan bahawa Tok Pulai Chondong telah pergi ke Mekah buat kali kedua pada tahun 1278 H/1861 M bersama anaknya Muhammad Arsyad yang berusia 13 tahun. Pada kali inilah beliau telah mengambil peluang menziarahi kubur Imam Syafie.”AKTIVITIMakin bertambah banyak pengetahuannya di bidang tasawuf makin bertambah kuatlah Tok Pulai Chondong beramal. Sebenarnya memang sejak kecil Tok Pulai Chondong ialah seorang yang memang mempunyai ciri-ciri khusus tentang amalan itu. Pada masa tuanya beliau terkenal sebagai seorang sufi yang warak, banyak membaca pelbagai wirid dan zikir. Zikir jihar dan zikir sirr semuanya beliau kerjakan dengan tekun sepanjang siang dan malam.
Doa yang paling sering diamalkannya ialah Hizb al-Bahri yang sanadnya bersambung dengan pengamalnya yang mula-mula iaitu Wali Allah Saiyidi Syeikh Abi Hasan asy-Syazili. Hizb al-Bahri telah beliau ijazahkan kepada beberapa muridnya di Mekah.
Antaranya ialah orang Arab bernama Syeikh Ahmad bin As'ad ad-Dihan. Syeikh Ahmad ad-Dihan mengijazahkan pula kepada Syeikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani. Syeikh Wan Ali bin Abdur Rahman Kutan al-Kalantani menulis doa tersebut dalam sebuah kitab yang diberi judul Lum'ah al-Aurad. Daripada sini ia tersebar dan banyaklah orang mengamalkan Hizb al-Bahri melalui penerimaan ijazah daripada seorang guru ke seorang guru hinggalah ke hari ini.
Aktiviti Tok Pulai Chondong yang diserlahkan oleh Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof dalam kertas kerjanya antara lain termasuk menjadi pelopor kepada pembangunan Kampung Pulai Chondong apabila beliau membuka penempatan baru yang tidak berjauhan dari Kampung Bukit, iaitu Kampung Bilal Talib.
Tok Pulai Chondong mendirikan sebuah surau yang akhirnya menjadi sebuah tempat pengajian sistem pondok. Mereka yang belajar ilmu di situ datang dari pelbagai pelosok nusantara seperti Kampar, Sumatera, Kemboja, Patani, Terengganu, negeri-negeri lain di Semenanjung Tanah Melayu sendiri dan lain-lain. Pondok Tok Pulai Chondong telah didirikan oleh Tok Pulai Chondong pada tahun 1820.
Berdasarkan tahun berdirinya pondok itu, maka para sejarawan Malaysia berkesimpulan bahawa Pondok Pulai Chondong merupakan pondok terawal di Kelantan.
Setelah Tok Pulai Chondong dilantik menjadi imam di Kampung Bukit dan berhasil membuka Kampung Bilal Talib, Tok Pulai Chondong membina pula masjid. Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof menulis bahawa “kebetulan di pinggir kampung tersebut terdapat sebuah pokok Pulai yang besar lagi condong maka Tok Pulai Chondong mengambil sempena keadaan pokok itu lalu menamakan perkampungan tersebut dan kawasan sekitarnya sebagai Kampung Pulai Chondong.
Walau bagaimanapun, masjid yang dibina tersebut telah terbakar pada 1820 M dan ia kemudian dipindahkan ke Kampung Surau iaitu tempat terletaknya masjid itu pada masa sekarang. Pada tahun 1856, masjid tersebut sekali lagi terbakar dan dengan kerjasama anak-anak mukim tempatan, Tok Pulai Chondong mendirikan sebuah masjid lain di tepi Sungai Pulai Chondong yang terletak tidak jauh dari tempat terbakarnya masjid tersebut.
Masjid yang baru didirikan ini kemudiannya dilengkapkan dengan mimbar, gendang dan menara. Sehingga kini menara Masjid Pulai Chondong masih lagi merupakan objek kemegahan tempatan yang dibina oleh Tok Pulai Chondong pada 1856.
Tok Pulai Chondong juga dilantik oleh Sultan Muhammad II sebagai guru di istana untuk mengajar Raja Perempuan tentang agama Islam. Sumbangan Tok Pulai Chondong yang dapat dilihat selain mengasaskan institusi pendidikan dan pengembangan syiar Islam ialah beliau juga berjaya mengubah corak kehidupan masyarakat Kelantan ketika itu yang masih jahil sehingga menjadi masyarakat yang berilmu dan patuh terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya. KETURUNANWan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof juga mendokumentasikan bahawa Tok Pulai Chondong mempunyai tiga orang adik-beradik. Mereka ialah Halimah, Abd. Rahman dan Tok Pulai Chondong sendiri. Halimah iaitu yang sulung kahwin dengan orang Kubang Kiat, Kota Bharu dan selepas itu menetap di Labok yang terletak kira-kira 7 kilometer dari Pulai Chondong.
Di antara tiga adik beradik itu hanya Tok Pulai Chondong yang mewarisi jejak langkah ayah dan datuknya sebagai ulama. Diriwayatkan bahawa Tok Pulai Chondong mempunyai empat orang isteri. Nama-nama mereka ialah Mek Mendusa, Bi'ah, Thamani dan Zaleha. Tok Pulai Chondong dikurniakan 16 anak. Empat daripadanya meninggal dunia ketika masih kecil manakala 12 anak
Tok Pulai Chondong terdiri daripada sembilan lelaki dan tiga perempuan iaitu:
1. Haji Abdul Hamid
2. Haji Abdul Syukur
3. Haji Abdul Aziz
4. Haji Umar
5. Haji Muhammad Said
6. Haji Taib
7. Hajah Siti Mariam
8. Haji Muhammad Arsyad
9. Haji Abdullah
10. Haji Muhammad
11. Hajah Zainab
12. Hajah Ummu Maimunah
Wan Kamal Mujani dan Zuharyati Yusof mencatatkan pula bahawa hasil perkahwinan Tok Pulai Chondong dengan Thamani memperoleh empat anak iaitu Haji Taib, Haji Abdul Syukur, Haji Muhammad Arsyad dan Haji Abdul Aziz. Anak-anak Tok Pulai Chondong yang lain tidak dapat diketahui daripada isteri-isteri beliau yang mana.

Betulkah tarikh lahir Nabi s.a.w 12 Rabi'ul Awwal?

Penilaian Semula Tarikh Kelahiran Dan Kewafatan Nabi Muhammad S.A.W.



Audio
Play Mp3
Download MP3




Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Penyayang

Puji-pujian bagi Allah Subhanahu wata’ala, selawat dan salam keatas junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. serta para sahabatnya.

Masyarakat Islam di negara kita umumnya menerima tarikh 12hb. Rabiul Awwal sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w. ( Maulidur Rasul ) . Fakta ini perlu di kaji semula kerana didapati bercanggah dengan fakta sejarah, hadis dan sains.

Disamping itu, sekiranya diterima juga tarikh wafat Nabi s.a.w. pada 12hb. Rabiul Awwal, (sebagaimana dipercayai umum), ia akan menimbulkan satu konflik di dalam jiwa masyarakat yang mana di satu pihak mereka merayakan kelahiran Nabi s.a.w. dan bergembira kerananya sedangkan di pihak lain pula pada hari yang sama sepatutnya mereka bersedih dan tidak boleh merayakan hari tersebut kerana ia juga merupakan hari kewafatan Nabi saw. Jadi di manakah adanya kewajaran masyarakat merayakan Maulidur Rasul yang juga merupakan hari perkabungannya? (Tanpa mengambil kira perayaan Maulidur Rasul itu sendiri adakah bersesuaian dengan sunnah atau ia satu bida’ah).

Di samping itu angka 12 yang dipilih untuk hari lahir dan hari wafat Nabi saw berkemungkinan besar berpunca daripada Syiah Imam Dua Belas. Justeru angka 12 ini bagi mereka merupakan angka sakti yang mereka kaitkan sekian banyak keistimewaan dengannya. Apalagi jika orang yang mula-mula mempopularkan tarikh ini adalah Ibnu Ishaq yang juga seorang Syiah. (Taqribut Tahdzib, Al Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani, jilid 2, halaman 144).

Pendapat yang menyatakan bahawa Nabi s.a.w. dilahirkan pada 12hb. Rabiul Awwal itu walaupun masyhur tetapi ia berasaskan riwayat yang lemah kerana ia berpunca daripada Ibmu Ishaq seperti mana yang diriwayatkan oleh Ibnu Hisyam di dalam kitab sirahnya. Menurut ulama-ulama rijal hadis, Ibnu Ishaq selain dianggap sebagai seorang Syiah, dia juga seorang yang lemah dalam riwayat-riwayatnya. Imam Nasa’i mengatakan bahawa dia tidak kuat. Daraqutni mengatakan hadisnya tidak boleh menjadi hujjah. Imam Abu Daud ada berkata, “Dia adalah seorang yang berfahaman Qadariah dan Mu’tazilah.” Imam Sulaiman At-Taimy, Hisyam bin Urwah, Yahya bin Said Al-Qatthan dan Imam Malik mengatakan dia seorang pendusta besar. Malah Imam Malik pernah berkata, “Dia seorang dajjal” (Mizanul I’tidal, Imam Zahabi, jilid 3, halaman 468 – 475). Ibnu Ishaq sendiri tidak menyebutkan sanad-sanad tempat ambilannya.

Pendapat yang sahih dan kuat bagi tarikh kelahiran Baginda ialah pada hari Isnin, 9hb Rabiul Awwal Tahun Gajah. Di antara ulama yang berpendapat sedemikian ialah Humaidi, Uqail, Yunus bin Yazid, Ibnu Abdillah, Ibnu Hazam, Muhammad bin Musa Al-Khuwarazmi, Abdul Khattab Ibnu Dihyah, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, Ibnu Kathir, Ibnu Hajar dan Badruddin `Aini (Al-Bidayah wa An Nihayah, jilid 2 halaman 260-261)

Pendapat ini juga disokong oleh penyelidikan yang dibuat oleh seorang ahli falak yang terkenal iaitu Mahmud Pasya yang cuba menentukan tarikh gerhana matahari dan gerhana bulan yang berlaku semenjak zaman Nabi s.a.w. hingga ke zaman beliau. Berdasarkan kajian beliau, hari Isnin tidak mungkin bertepatan dengan 12hb. Rabiul Awwal mengikut perkiraan bagaimana sekalipun bahkan hari Isnin pada bulan berkenaan (Rabiul Awwal) jatuh pada 9 haribulan. Beliau mengemukakan beberapa alasan untuk menyokong hasil kajiannya. Antara alasan-alasan yang dikemukakan oleh Mahmud Pasya ialah:

· Dalam Sahih Bukhari disebut ketika anak Rasulullah saw iaitu Ibrahim wafat, telah berlaku gerhana matahari iaitu pada tahun ke 10 Hijrah dan Nabi Muhammad saw ketika itu berusia 63 tahun.

· Berdasarkan kaedah kiraan falak, diketahui bahawa gerhana matahari yang berlaku pada tahun 10H itu adalah bertepatan dengan 7hb. Januari 632M pukul 8.30 pagi.

· Berdasarkan kepada kiraan ini, sekiranya kita undurkan 63 tahun ke belakang mengikut tahun qamariah, maka kelahiran Nabi saw jatuh pada tahun 571M. Berdasarkan kira-kira yang telah dibuat beliau, 1hb. Rabiul Awwal menepati 12hb. April 571M.

· Perselisihan pendapat berlaku tentang tarikh kelahiran Nabi saw, walau bagaimanapun semua pihak telah sepakat mengatakan ia berlaku pada hari Isnin bulan Rabiul Awwal tersebut. Tetapi Mahmud Pasya mendapati hari Isnin jatuh pada 9hb. Rabiul Awwal bersamaan 20hb. April 571M. Ini menguatkan lagi pendapat ulama-ulama muktabar yang telah disebutkan di atas.

Di antara penulis sirah mutaakhir yang menyokong pendapat ini ialah Syeikh Muhammad Al Khudhori Bik di dalam “Nurul Yaqin” (hal. 6), Safiyyuul Rahman Al Mubarakpuri di dalam “Ar Rahiqul Makhtum” (halaman 54), `Allamah Sibli Nu’mani di dalam “Siratun Nabi” (jilid 1 hal. 176), Maulana Abdul Kalam Azad di dalam “Rasul Rahmat” (hal. 37) dan lain-lain.

Berhubung dengan tarikh wafat Nabi Muhammad s.a.w. pula, beberapa perkara yang telah diterima oleh ulamak hadis dan sirah perlu diletakkan di hadapan untuk menentukan tarikhnya iaitu:

· Tahun kewafatan Baginda s.a.w. ialah 11H

· Dalam bulan Rabiul Awwal

· Antara 1hb. Hingga 12hb.

· Hari Isnin (Sahih Muslim, jld. 8 hal. 51-52)

· Hari wuquf di Arafah dalam Haji Wada’ pada 9 Zulhijjah tahun ke 10H jatuh pada hari Jumaat. (Tafsir Al Quraanul ‘Adzim, Ibnu Katsir, jld. 2, hal. 15, Sahih Al Bukhari, Sahih Muslim, dll).

· Daripada hari itu (wuquf) sampai kepada hari wafatnya Nabi Muhammad SAW adalah 81 hari. (Tafsir Al Quraanul ‘Adzim, Ibnu Katsir, jld. 2 hal. 15, At Tafsir Al Kabir, Fakhrul Razi, j.11 hal. 139, Tafsir Baghawi, Fathul Bari).

Berdasarkan kepada beberapa perkara yang telah diterima oleh para ulama tadi, maka boleh diandaikan tarikh kewafatan Baginda s.a.w. seperti berikut:

1 Diandaikan ketiga-tiga bulan Zulhijjah, Muharram dan Safar mempunyai 30 hari (walaupun tidak pernah berlaku begitu tetapi diandaikan mungkin juga berlaku) maka hari Isnin menepati 6 atau 13hb. Rabiul Awwal.

2 Jika diandaikan ketiga-tiga bulan Zulhijjah, Muharram dan Safar mempunyai 29 hari (walaupun ini juga tidak pernah berlaku) maka hari Isnin menepati 2,9 atau 16hb. Rabiul Awwal.

Selain daripada dua andaian tersebut itu, terdapat enam andaian lagi seperti yang terdapat dalam jadual berikut:

Jumlah hari bagi bulan Tarikh Hari Isnin dalam bulan Rabiul Awwal

Zulhijjah (30) Muharram (29) Safar (29) 1 8 15

Zulhijjah (29) Muharram (30) Safar (29) 1 8 15

Zulhijjah (29) Muharram (29) Safar (30) 1 8 15

Zulhijjah (30) Muharram (29) Safar (30) 7 14 21

Zulhijjah (30) Muharram (30) Safar (29) 7 14 21

Zulhijjah (29) Muharram (30) Safar (30) 7 14 21

Daripada tarikh-tarikh yang diandaikan tadi; 6, 7, 8, 9, 13, 14, 15 dan 16hb. Rabiul Awwal tidak dapat diterima kerana selain daripada alasan-alasan yang tersebut tadi, tidak ada satupun riwayat yang menyokongnya. Berkenaan dengan 2hb. pula , selain daripada tidak mungkin terjadinya ketiga-tiga bulan Zulhijjah, Muharram dan Safar terdiri daripada 30 hari di dalam kesemuanya, tidak ada juga riwayat yang sahih mengenainya. Apa yang ada hanyalah riwayat Hisyam bin Muhammad Al Kalbi dan Abu Mikhnaf yang dianggap sebagai pendusta oleh ulama-ulama hadis.

Berhubung dengan 1hb. pula, ia adalah daripada riwayat tokoh utama sirah iaitu Musa bin Uqbah dan ulama hadis yang terkenal Imam Laith bin Saad, Abu Nua’im Fadhal bin Dukain dan lain-lain. Pendapat ini juga disokong oleh Imam Suhaili dan Al Khuwarazmi. (Fathul Bari, Jilid 16. hal. 206, “Ar Raudhul Unuf,” jilid 7, hal. 579). Daripada kenyataan-kenyataan yang disebut di atas, tarikh yang lebih tepat bagi kewafatan Nabi S.A.W. ialah pada hari Isnin 1hb. Rabiul Awwal tahun 11H bersamaan dengan 25hb. Mei 632M.

Berdasarkan kepada fakta-fakta yang telah kami kemukakan pihak kami berharap agar masyarakat menilai semula tarikh sebenar kelahiran nabi s.a.w. dan tidak merayakan suatu hari yang kononnya hari kelahiran Nabi s.a.w. padahal ia bukanlah harinya yang sebenar.

(Dipetik dari Siri Risalah Suluhan terbitan Darul Quran Was Sunnah dengan sedikit pindaan)